CHAPTER ONE
Hidup
adalah tentang pilihan, “katanya”. Tapi bagi gue ga semua dalam hidup adalah
pilihan, kadang ada juga kita hanya punya satu tujuan dan tak ada pilihan. Kita
tak bisa memilih darimana kita berasal, dari keluarga mana kita dilahirkan, seperti
apa kita di ciptakan, semua itu bukan pilihan tapi sesuatu yang tak bisa kita
tentukan dengan pilihan. Tapi bukan berarti yang tanpa pilihan selalu kita
sesali, justru yang banyak pilihan kadang kita sesali. Seperti pilihan diamana
gue harus memilih terus menjadi teman, musuh atau orang yang di cintai, ketiga
pilihan itu akan membawa gue kedalam kebahagiaan atau bisa jadi kehancuran.
Ya,
saat ini gue dalam posisi seperti itu, dimana orang yang kita sayangi adalah
teman kita sendiri. Banyak orang berfikir itu adalah kesalahan, kesalahan
karena jatuh cinta pada teman kita sendiri. Apa yang salah? Dimana letak
kesalahan itu?, seperti yang udah gue bilang ada hal yang tidak punya pilihan,
dan salah satunya adalah kepada siapa kita jatuh cinta. Apakah itu kesalahan?
Apakah kita tidak boleh jatuh cinta pada teman atau sahabat kita sendiri?
Kenapa?, karena bisa merusak persahabatan?, apakah itu membuat kita bahagia?
Gue rasa itu hanya akan membuat kita lebih sakit dari sebelumnya. Lalu untuk
alasan apa tuhan menempatkan cinta kita untuk teman kita itu?, untuk menguji
kita?, menguji persahabatan kita?, hanya itu yang kau fikirkan? Dan bagaimana
kalu Tuhan sesungguhnya memberi kesempatan kita berpasangan dengan orang merasa
kita nyaman bersamanya?, bukankah semua sahabat nyaman berada bersama? Kenapa
hanya itu yang kalian fikirkan!!. Entahlah akhir-akhir ini jadi semakin ribet
aja urusan asmara ini.
“ Mii
!!” teriak seorang cewek berwajah teduh, lalu seorang pemuda yang di panggil
itu membalikan badanya. “hmmmm, udah kelar?” tanya pemuda itu. “iya nih, nyari
makan yuk? Laper nih” ajak cewek itu sambil menarik tangan pemuda tadi. “ah
sorry nov, gue ada kerjaan lu makan sama yang lain aja ya? Gpp kan yah?
Dadahh.” Jawab pemuda tadi sambil melepaskan tangan cewek tadi yang memegang
tangan dia dan kemudian dia pergi, cewek yang bernama novi itu terdiam sesaat
dan berfikir tidak biasanya fahmi atau pemuda tadi menolaknya ketika di ajak
pergi, novi berfikir pasti ada sesuatu yang terjadi.
Fahmi
duduk di tangga yang menuju kelas, dia terlihat melamun. Difikiran fahmi saat
ini adalah apa yang harus di lakukan dengan perasaanya ini pada sahabatnya itu.
Di dalam fikiranya terdapat banyak sekali pertanyaan yang datang dan
pergi,”haruskah gue bilang ke novi tentang perasaan in?, gimana kalau dia
nolak, terus jadi musuh?, gimana kalu di Cuma diem dan ga bilang apa-apa? Ahh
gimana ini”, gumamnya berbicara sendiri.
Dirumahpun fahmi masih memikirkan hal yang sama, fikiranya
terus tertuju pada apa yang harus dia lakukan terhadap perasaanya ini, dia
terus berfikir apakah dia harus terus terang pada novi atau membuang perasaan
itu demi persahabatan. Sampai pada akhirnya dia berfikir bahwa jika dia tdak
menyatakan perasaanya pada novi itu akan jadi hal yang sangat dia sesali kelak,
sehingga dia memutuskan untuk menyatakan perasaanya pada novi. Fahmi mengambil
ponselnya dan mengirimkan pesan singkat pada novi, “nov, besok ada acara ga?,
mau ngajak makan.” . “ting tong” suara ponsel fahmi berdering, lalu dia
membukanya dan ternyata balasan pesan dari novi, “iya ayo mi, sekalian ada yang
mau gue omongin.” Balas novi. “ada yang mau di omongin?” gumam fahmi, fahmi
berfikir hal tersebut yang di maksudkan novi adalah bahwa novi juga punya
perasaan yang sama terhadap fahmi, hal itu membuat fahmi senang bukan kepalang,
dia tidak sabar menunggu hari esok.
Esok hari tiba, matahari mulai menghilang dan cahayanya yang
abadi mulai hilang di telan malam, fahmi tak berhenti bersiul sambil memandangi
dirinya di kaca. Fahmi sangat senang akan bertemu dengan novi, meskipun dia
tidak tau hal apa yang akan di beritahukan novi. Fahmi sampai di taman yang di
janjikan novi dengannya, malam itu taman tersebut tak begitu ramai hanya
beberapa orang berpacaran dan orang berjualan. Fahmi berjalan dengan senyuman tergores
di wajahnya, tapi tiba-tiba dia menghentikan langkahnya, lalu dia bersemunyi
diantara pepohonan taman. Fahmi melihat novi dengan seorang pria lain yang
sepertinya dia kenal, senyuman fahmi tiba-tiba hilang dan berubah menjadi wajah
kesal. Lalu tiba tiba dia melihat pria itu mencium pipi novi, lalu fahmi
berlari meninggalkan taman itu, dia tak sedih atau menangis yang terlihat di
wajahnya adalah wajah kemarahan. “jadi hal itu yang ingin novi katakan, oke
sekarang sudah jelas aku harus membuang perasaan ini”.
Bersambung...